Pulang (Astiti 7)

 Malam baru saja menyapa ketika aku selesai berkemas barang yang aku bawa tidak banyak, hanya dua buah koper besar berisi pakaianku dan pakaian anak-anak serta satu set perhiasan emas yang dulu Mas Tama berikan sebagai mahar pernikahan. Kuedarkan pandangan ke penjuru kamar, kamar yang lima tahun ini kutempati.

"Kakak yang ikhlas, yang sabar, yang kuat, demi anak-anak", kata Ardan dirangkulnya bahuku lembut. setetes air mata lolos begitu saja. Kusandarkan kepalaku di bahunya. Hal yang dulu sering dilakukannya padaku saat kecilnya,kini akulah yang membutuhkan sandaran padanya aku kembali terisak. Getir.

"Maafkan Ardan,Kak,. Seandainya Ardan tidak datang dan menginap di sini,mungkin kesalah fahaman ini tidak terjadi. Seandainya tadi siang Ardan tidak ke rumah Pak RT atau seandainya Ardan cepat kembali dari sana Kakak tidak akan mendapatkan tamparan itu",katanya. Dibenamkannya kepalaku di dadanya.

"Semua sudah takdir. Jodoh, rejeki, maut siapa yang dapat menolak. Jodoh kami hanya sampai di sini. Insya Allah Kakak ikhlas",jawabku menguatkan diri.

" Bunda....Dirga lapar...."

Kulangkahkan kaki menuju ke dapur kuhangatkan makanan tadi siang yang sama sekali tidak tersentuh. Setelah semua terhidang kuhampiri mereka yang berkumpul di ruang tengah. Mas Tama tampak sangat kusut,pakaian yang dikenakannya masih yang tadi siang.Mata Ibu terlihat sembab. Kak Tami memandangku lama.

"Makan malam sudah siap. Kita makan dulu Bu,Mas,Kak, makan malam terakhir kita bersama".

Adzan subuh berkumandang.Bergegas kubersihkan tubuhku lalu menunaika sholat subuh, Ardan adikku pamit untuk sholat di masjid.Selepas sholat, segera kubangunkan Dirga dan Puspa untuk berkemas. Grab yang kami pesan semalam telah menanti di depan rumah.Kami harus bergegas.Jarak Tolitoli ke Palu lumayan jauh, membutuhkan waktu sepuluh jam.

Terlihat Mas Tama memeluk erat Dirga dan Puspa. Ibu di belakangnya terisak sedangkan kak Tami tak terlihat keberadaannya.

"Tami, Mas mohon..."

"Saya tidak akan menghalangi Mas ataupun Ibu Untuk bertemu dengan anak-anak. Datanglah ke Balikpapan jika kalian rindu,"kataku. Segera kami berpamitan. Aku tak ingin lebih lama terjebak dalam situasi yang menyesakkan ini.

Bandara Mutiara SIS Al-Jufri, 17:30 WITA

Pelan pesawat yang kutumpangi mengudara. Semakin lama kota Palu semakin terlihat mengecil,hingga akhirnya menghilang tertutup gumpalan awan.Semburat warna jingga menghiasi langit senja.Senja yang indah namun tak seindah perjalanan hidupku. Inilah akhir perjalananku selama lima tahun memperjuangkan rumah tanggaku.Bohong bila hatiku tak sakit,tetapi hidup harus berjalan terus. Ada Dirga dan Puspa yang harus kuperjuangkan masa depannya. 

Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, 18.35 WITA

Ibu dan adikku Adnan beserta istrinya ternyata menjemputku. Dirga segera menghambur kepelukan ibu. Yuni meraih Puspa dari gendonganku. Ardan menyambutku dengan peluk hangatnya,senyumnya meneduhkan. Ibu dan Yuni bergantian memelukku, tersenyum menyembunyikan tangis mereka.

"Jangan ada air mata,kita hadapi  bersama,"kata adikku Adnan

Balikpapan, aku pulang...

                                                    *******************

Namaku Astiti usiaku dua puluh delapan tahun,beranak dua Dirga dan Puspa. Aku seorang single parent. Single parent talak tiga.

THE END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Blog Sebagai Sarana Pembelajaran

Pertemuan Pertama_ "kau yang ku tunggu"