Tentang Nilai

 


Aku masih berkutat dengan dengan deskripsi nilai raport peserta didik,sementara jam sudah menunjukkan bahwa sebentar lagi waktunya untuk pulang.

"Sudahlah Bu,tak perlu terlalu dipaksa. Bunyinya disamakan saja,toh belum tentu juga wali murid akan baca satu persatu,"kata Bu Yosh.

"Ndak apa-apa Bu,masih ada waktu empat hari sebelum penerimaan buku laporan mereka. Insyaa Allah saya usahakan mereka akan terima tepat waktu,"jawabku sopan

"Masih ada yang belum tuntas,Bu?"tanya Ibu Eni

"Alhamdulillah,Bu. Sudah tuntas semua,kemarin yang bermasalah di mata pelajaran saya sudah menyerahkan tugas tambahan yang saya berikan,"jawabku.

"Jangan mempersulit diri sendiri Bu,"sambung Ibu Yosh lagi.

"Sudahlah Bu Yosh,itu haknya Ibu Yanti sebagai guru mata pelajaran dan sebagai wali kelas,"kali ini Ibu Tatik turut menimpali.

"Yah...saya hanya kasihan saja sama Bu Yanti,sejak dua hari kemarin sibuk dengan remedial dan tugas tambahan lain untuk siswa yang nilainya tidak tuntas. Orang tua mereka juga kurang peduli Bu,dengan deskripsi nilai dan catatan wali kelas. Yang penting bagi mereka,anak-anaknya naik kelas",lanjut Ibu Yosh panjang lebar.

Ku tarik nafas pelan. Bukan sekali dua kali aku mendapatkan komentar yang sama. Sebagai guru baru di sekolah ini,aku memang harus beradaptasi dengan berbagai karakter baru,baik dari rekan sejawat maupun dari peserta didik. Bel pulang berdendang nyaring. Kami segera keluar dari ruang Guru menuju parkiran.

Beberapa peserta didik berlari ke arah kami,mengulurkan tangan untuk salaim sebagai bentuk penghormatan mereka. Kusambut uluran tangan dari para siswi,sedangkan untuk para siswa saya hanya menangkupkan tangan di depan dada.Masih teringat setahun lalu,saat pertama bertugas di sekolah ini. Para siswa heran dengan caraku menyambut salaman mereka,namun setelah ku jelaskan tentang hubungan dan hukum tentang mahrom dan non mahrom,seiring berjalannya waktu akhirnya mereka bisa menerima dan mengerti tentang konsep itu. Tentu saja aku menjelaskannya dengan bahasa dan ilustrasi yang mudah mereka fahami.

"Tapi Ibu guru bukan teroris toh?"tanya salah seorang siswa waktu itu. Pertanyaan yang 'lugu' untuk anak seusianya. Yah,walaupun seluruh wajahku masih kelihatan penuh tanpa kain tipis sebagai penutupnya,tetapi pakaian yang ku kenakan  memang tampa kebesaran di badanku yang lumayan mungil. Sedikit miris mendengar pertanyaan itu. Tapi...sudahlah,seiring berjalannya waktu mereka juga akan terbiasa dengan penampilanku.

Sore hari ba'da ashar, aku kembali bergelut dengan laptop,duet dengan suamiku. Kami memiliki profesi yang sama hanya beda instansi. Aku di bawah naungan Dinas Pendidikan dan beliau di bawah naungan Kementrian Agama. Sambil bekerja,kami sesekali saling menggoda. Sejam berkutat dengan laptop,seakan ada alarm tak kasat mata,kami menutup dan meletakkan laptop bersamaan. 

"Quality time...Walaupun usia tak lagi muda,romantisme jangan sampai berkurang,"candanya. Diseruputnya air rendaman kurma favoritnya.

"Menurut Abi,salah tidak kalau Ummi melakukan hal yang sedikit berbeda dari kebiasaan orang lain?"tanyaku memulai pembahasan.

"Detailnya?".

Lalu mengalirlah ceritaku tentang kejadian beberapa hari ini di sekolah yang didengarnya secara antusias. Begitulah beliau,selalu menjadi pendengar dan teman diskusi yang baik.

"Lakukan yang menurut Ummi benar,kalau memang dengan cara seperti itu minat dan perhatian siswa dapat lebih ditingkatkan,kenapa tidak. Tapi ingat,di mana bumi di pijak,di situ langit di junjung. Jangan terlalu otoriter tentang tugas dan penilaian,ingat sebagian besar dari mereka berasal dari latar belakang yang berbeda dengan tempat mengajar Ummi sebelumnya. Sesuaikan dengan sikon yah!"

"Iya Bi...Ummi juga faham kok. Ummi hanya berusaha bagaimana agar mereka punya minat belajar dan berusaha untuk mendapatkan nilai yang lebih bagus lagi".

Teringat lagi percakapan menjelang pulang sekolah tadi. Benarkah seperti itu anggapan (sebagian) orang tua peserta didik? Apakah nilai rapor hanya sekedar penghias,sebagai bukti bahwa anaknya juga pernah sekolah? Smuanya harus di benahi,tetapi harus bagaimana? Bagaimana cara untuk mengubah mindset mereka bahwa nilai bukan sekedar apa yang tertera di selembar kertas hasil laporan belajar. Pun komentar dari wali kelas yang tertulis di kertas laporan hasil belajar itu. Dia bukan sekedar untaian kata pelengkap formalitas belaka. Tetapi diharapkan dari komentar itu, ada timbal balik dari orang tua peserta didik untuk ikut memantau keadaan atau capaian belajar dari anak-anaknya.

Ah...entahlah. 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Blog Sebagai Sarana Pembelajaran

Pertemuan Pertama_ "kau yang ku tunggu"