Sesal (Astiti 6)
" Maaf Mas,sekarang kita bukan mahram lagi, talak tigamu telah mengakhiri hubungan kita", kataku.
"Tidak Titi,tadi Mas khilaf,Mas akan merujukmu lagi,Ti,"kata Mas Tama. Kulihat Ibu mertuaku,ah...sekarang sudah jadi mantan,meneteskan air mata.
"Titi,beri kesempatan pada Tama. Aku yang bersalah,Ti. Aku yang mendapatkan foto-foto itu dari seorang teman dan dengan bodohnya aku langsung menunjukkannya kepada Tama tanpa memastikan dulu kebenarannya. Tama tidak bersalah,Ti. Kalian harus rujuk",kata Kak Tami.
"Rujuk? Silahkan tanyakan bagaimana hukum talak tiga yang baru saja Mas Tama ucapkan. Aku ingin tahu, mampukah Mas Tama untuk memenuhi syarat rujuk itu. Kalaupun Mas mampu belum tentu Titi sudi melakukannya. Besok saya akan bawa Kak Ti dan anak-anak pulang",kata Ardan.
"Tidak bisa begitu dong,kamu tidak boleh memisahkan mereka",cegah Kak Tami.
"Tidak salah, selama ini siapa yang ingin memisahkan mereka?. Sebaiknya Kak Tami dan Ibu diam saja. Saya menghormati kalian sebatas usia kalian yang lebih tua dari saya", sarkas Ardan.
"Kami bisa menuntut kalau kamu membawa Dirga dan Puspa",cegah Ibu.
"Saya rasa foto-foto ini bisa dijadikan bukti dan orang-orang di sini bisa menjadi saksi atas KDRT yang menimpak kakak saya. Jadi fikir baik-baik siapa yang sebenarnya layak untuk menuntut",jawab Ardan santai. Sontak Ibu dan Kak Tami langsung terdiam.
"Mas kalau boleh malam ini kami ingin menginap di sini sambil berkemas. Insya Allah besok pagi barulah kami akan berkemas dan berangkat ke Palu", kataku pada Mas Tama.
"Titi, Mas mohon...."
"Boleh apa tidak,Mas?. kalau Mas tidak mengizinkan tentu Pak RT dan Wa' Kardi bersedia menampung kami semalam saja", kata Ardan. Tak diberikannya kesempatan kepada Mas Tama untuk membujukku.
"Jangan....kalian di sini saja",kata Ibu memutuskan.
Cerita yang mantap dan sangat menginspirasi
BalasHapusTerimakasih Pak
BalasHapusKeren ceritanya Ibu Sugianti. Tetap semangat untuk penulisan hari ke-21 ya! (Guru Dion Indonesia)
BalasHapusTerimakasih Pak
Hapus